Senin, 11 Juni 2012

HMI CANDRADIMUKA

Judul : HMI Candradimuka
Penulis : Solichin

Buku ini menuturkan pengalaman seorang kader HMI yang sangat layak untuk menyampaikan pengalaman seperti itu. Sebab, sdr. Solichin adalah mantan Wakil Ketua PB HMI yang telah memberikan dedikasinya dan tekun melaksanakan tugasnya. Buku ini tidak hanya menyampaikan fakta tetapi juga apa yang dirasakan penulisnya, bahkan interpretasinya terhadap suatu fakta, sehingga memberikan gambaran yang lengkap tentang HMI. Mengapa (misalya) HMI dapat eksis menghadapi pergolakan politik yang ganas menjelang G30S/PKI ? Sdr. Solichin, setidaknya telah mencoba untuk menawab pertanyan yang selama ini menjadi teka-teki sejarah.

Mungkin tidak diperkirakan oleh pendiri HMI sendiri, bahwa apa yang diniatkan mereka ketika mendirikan HMI ditahin 1947, bahwa HMI dapat member sumbangan yang besar pada tanah airnya, berupa kader – kader umat dan bangsa yang bertebaran di berbagai lembaga Negara, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Meskipun masih harus terus – menerus memelihara identitasnya, harapan Jendral sudirman bahwa HMI adalah “(H)arapan (M)asyarakat (I)ndonesia” sedikit banyak telah terpenuhi dan masih sangat relevan di masa mendatang.

Hal ini membuktikan, bahwa pemikiran atau idea atau gagassan atau konsep yang melandasi pendirian HMI merupakan jawaban terhadap harapan Masyarakat Indonesia. HMI hadir, dengan demikian hadir sesuai kebutuhan masyarakat Indonesia. Eksistensinya dijamin oleh masyarakat itu sendiri. Hal inilah yang selayaknya harus disadari oleh setiap anggota dan kader HMI, di tengah warna- warni perbedaan yang ada di tengah masyarakat. HMI, akan menjadi perekat yang mendekatkan berbagai warna –warni perbedaan itu. Selama HMI memegang teguh landasan pemikiran seperti itu, HMI Insya Allah akan tetap eksis dan berkembang.

Buku ini berjudul “HMI, CANDRADIMUKA MAHASISWA”. Kesimpulan seperti itu, sudah tentu berdasar pengalaman penulisnya. HMI bukan tempatnya bermanja-manja, tetapi “wadahnya” mahasiswa mempersiapkan masa depannya, masa penggodogan diri atau masa penggemblengan diri sebagai kader umat dan kader bangsa. Prasyarat seperti itu dimiliki HMI, karena HMI adalah organisasi mahasiswa yang mewadahi calon cendekiawan dan insane akademis, yang merupakan kelompok elit pemikir bangsa. Kalau benar mereka itu mengalami kawah “Candradimuka”, pengodogan/ Penggemblengan diri seperti itu, maka (insya Allah) yang lahir adalah kader umat dan Bangsa yang handal. Benarkah demikian? Apa indikasinya? Dan apa yang melandasi semua itu?

Buat apa HMI didirikan ?

Tidak berlebihan, setiap organisasi, selayaknya memiliki dasar dan tujuan yang melandasi berdirinya organisasi itu. HMI didirikan oleh mahasiswa dari kalangan perguruan tinggi Islam yaitu Sekolah Tinggi Islam (STI), yang merasa perlu memiliki keseimbangan di dalam mengabdikan dirinya, dengan memperdalam ke-Islamannya. Wajar, oleh karena pendidikan tinggi di waktu itu masih terbatas pada pendidikan umum. Belum ada (misalnya) IAIN (Institut Agama Islam Negeri).

Meskipun demikian, perumusan tujuan dan sifat organisasi mahasiswa Islam, masih sangat relevan dengan perkembangan zaman. Hal ini setidaknya mengindikasikan, sebuah pemikiran yang mendalam dari para pendiri HMI. Bahwa HMI akan selalu berada di tengah-tengah Masyarakatnya, masyarakat Islam dan Indonesia. Karena itu, pemikiran dasar berdirinya HMI selayaknya harus selalu menjadi rujukan setiap aktivis / kader ataupun pengurus HMI di segala tingkat kepengurusan di dalam mengemudikan roda organisasi.

Dasar-dasar pemikiran itu, antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :

1.Bahwa HMI adalah organisasi kader umat dan bangsa. Dikatakan sebagai organisasi kader, oleh karena keanggotaan HMI adalah sepanjang menjadi Mahasiswa, sehingga ada batasan ruang dan waktu. Sebagai mahasiswa, merupakan kelompok elit masyarakat Indonesia yang memperoleh kesempatan pendidikan tinggi, sehingga terbuka peluang melahirkan pemimpin bangsa dan umat. Kesempatan menjadi anggota HMI sebaiknya digunakan untuk membuka peluang seperti itu, sehingga HMI adalah “Candradimuka” mahasiswa Indonesia., tempat menggodok para pemimpin bangsa dan umat. Pengabdian yang sesungguhnya dari seorang anggota HMI adalah ketika usai menyelesaikan studinya di pendidikan tinggi dengan baik, sehingga menjadi modal yang sangat berharga di kemudian hari, justru ketika sudah menjadi alumni HMI.

2.Sebagai organisasi kader, maka HMI harus bersifat mandiri, independen, di tengah pluralism umat dan kebhinekaan bangsa. Hal ini diperlukan, untuk dapat menjadi perekat kebhinekaan kebebasan berpikir untuk menjadi formula yang terbaik di segala bidang, yang bermanfaat bagi seluruh masyarkat. Independensi juga diperlukan untuk menjaga kejernihan berpikir, sehingga objektifitasnya terjaga.

3.Mecita-citakan persatuan umat dan kesatuan bangsa. Sebagai kader umat dan bangsa, HMI harus selalu bisa menempatkan diri sebagai pemersatu umat dan sekaligus ikut membangun kesatuan bangsa. Hal ini diyakini, bahwa kesatuan bangsa hanya dapat dicapai apabila ada persatuan umat, sebagai mayoritas penduduk Indonesia. Karena itu, sebelum bisa berperan seperti itu, HMI harus mampu menjaga persatuan dan kesatuan organisasinya sendiri.

4.HMI adalah organisasi yang bersifat non- praktis politik. Sifatnya ini perlu ditegaskan, bahwa HMI tidak boleh dan tidak akan pernah menjadi onderbouw suatu kekuatan politik. Termasuk partai politik Islam. Sebagai kader umat dan bangsa, dalam wawasan HMI, tidak boleh ada dikotomi antara wawasan keislaman dan kebangsaan.

5.Bahwa dengan pemikiran seperti itu, harus ada kualitas yang lebih dimiliki oleh HMI. Kualitas itu adalah menonjolnya sifat sebagai organisasi mahasiswa dan Islam. Kegiatan studi, sebagai cirri mahasiswa, harus tetap dipelihara, demikian juga sifat sebagai organisasi islam. Keseimbangan ini diperlukan untuk tetap mempertahankan cirri khas HMI sebagai organisasi mahasiswa Islam.

Dasar-dasar pemikiran seperti itu dilihat dari buku ini yang berjudul “HMI, Candradimuka Mahasiswa”. Tidak mudah, bagi setiap kader HMI untuk dapat meneliti perjalanan seperti itu. Kemampuan menahan diri, tidak terombang – ambing oleh kondisi/lingkungan social sangat diperlukan. Sebab, tarikan ke kanan atau ke kiri, khususnya berdasarkan kepentingan politik selalu hadir. Sepanjang HMI tetap melandasi kegiatannya pada pemikiran diatas, insya Allah HMI akan tetap eksis dan berkembang di masa depan.

Dengan membaca buku ini, sepotong sejarah HMI, yang dialami oleh penulisnya, setidaknya bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi setiap kader HMI, bagaimana mengimplementasikan pemikiran/landasan buat apa HMI didirikan di tengah pergolakan yang dialami bangsa ini.

Buku ini, insya Allah juga akan melengkapi buku-buku yang lain tentang HMI, yang ternyata banyak menarik perhatian termasuk di kalang Akademisi, sehingga sejarah HMI banyak menjadi bahan skripsi ataupun thesis, disertasi untuk gelar kesarjanaan. Hal ini mengindikasikan, bahwa HMI tidak hanya merupakan organisasi perjuangan, tetapi juga layak sebagai baha studi di perguruan tinggi, bahkan di luar negeri sekalipun. Di satu pihak merupakan tantangan bagi kader HMI untuk tetap melaksanakan cita-cita buat apa HMI didirikan, di pihak lain juga merupakan sebuah kebanggan bagi setiap anggota HMI. Selamat membaca.
Islam Mosque