Jumat, 20 April 2012

KENAPA HARUS KARTINI...


Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Hari Kartini, yang diperingati setiap tanggal 21 April, selalu di kenang dengan Lomba kebaya dan lagu “Ibu Kita Kartini,” demikianlah kenangan itu dirayakan. Dari tingkat sekolah-sekolah dasar sampai Sekolah Menengah Atas sudah menjadi agenda dan pemandangan tahunan. Peringatan dari tahun ke tahun yang statis, akhirnya timbul satu pertanyaan: apa yang kebanyakan orang ketahui tentang Kartini? Selain tentang tanggal kelahirannya pada 21 April 1879 di Jepara, bisa dipastikan khalayak juga tahu tentang surat-surat Kartini yang terkumpul dalam sebuah buku dan diberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang,” Judul buku kumpulan surat-surat Kartini kepada beberapa sahabatnya di Belanda ini memang sudah amat dikenal orang. Semacam pengetahuan umum yang wajib diketahui.
Namun sayangnya, kepopuleran “Habis Gelap Terbitlah Terang” di negeri ini bukan berarti telah banyak orang yang benar-benar mengetahui isi surat-surat Kartini. Padahal, apa makna peringatan Hari Kartini bisa dipahami semata-mata hanya dengan mengetahui buah-buah pikirannya dalam surat-surat tersebut. Apabila disurvei atas “tuduhan” ini. Memang, Sebagian besar perempuan dan seluruh bangsa Indonesia tidak banyak yang mengetahui atau pernah mendengar, apalagi membaca tentang buku kumpulan surat-surat Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang,” mengaku belum pernah membaca kumpulan surat Kartini. Bahkan ironisnya, hampir tidak pernah melihat “wujud” buku tersebut.
Surat-surat setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul “Door Duisternis tot Licht” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada tahun 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini. Dalam bahasa Inggris, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia.

Pemikiran

Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf-vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (Perikemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal dan harus bersedia dimadu. Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia ungkapkan juga tentang pandangan: Dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. “… Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…”
Kartini juga mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah dan tersedia untuk dimadu pula. Pada bab awal ini. Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup.
Kartini sangat mencintai sang ayah. Namun ternyata, cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah, dalam surat, juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi terutama ke Eropa memang diungkap dalam surat-surat. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Dan ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasehati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
Kemudian, pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niatan untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. “…Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin…” Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Pada saat menjelang pernikahan, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumi putra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku. Mengenai Kartini ada satu hal menarik yang jarang dikemukakan pada publik. Dalam surat yang dikirim oleh R.A Kartini pada 27 Oktober 1902 kepada nyonya R.M.Abendanon-Mandri seperti yang dimuat dalam buku “Door Duisternis to Licht”

Karya-Karya

”Habis Gelap Terbitlah Terang” Pada 1922, oleh Empat Saudara, Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”; Buah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh balai pustaka. Armijn Pane, salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Pada 1938, buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari “Door Duisternis Tot Licht”. Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi. Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87 surat Kartini dalam “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Menurut Armijn Pane, surat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan. Ini pula yang menjadi salah satu penjelasan mengapa surat-surat tersebut ia bagi ke dalam lima bab pembahasan.
Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya, Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno. Pada mulanya Sulastin menerjemahkan ”Door Duisternis Tot Licht” di Universitas Leiden, Belanda, saat ia melanjutkan studi di bidang sastra tahun 1972. Salah seorang dosen pembimbing di Leiden meminta Sulastin untuk menerjemahkan buku kumpulan surat Kartini tersebut. Tujuan sang dosen adalah agar Sulastin bisa menguasai bahasa Belanda dengan cukup sempurna. Kemudian, pada 1979, sebuah buku berisi terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap “Door Duisternis Tot Licht” pun terbit.
Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904, Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904. Penerjemahnya adalah Joost Cote. Ia tidak hanya menerjemahkan surat-surat yang ada dalam “Door Duisternis Tot Licht versi” Abendanon. Joost Cote juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada Nyonya Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir. Pada buku terjemahan Joost Cote, bisa ditemukan surat-surat yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam “Door Duisternis Tot Licht” versi Abendanon. Menurut Joost Cote, seluruh pergulatan Kartini dan penghalangan pada dirinya sudah saatnya untuk diungkap. Buku “Letters from Kartini, An Indonesian Feminist” 1900-1904 memuat 108 surat-surat Kartini kepada Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH Abendanon. Termasuk di dalamnya: 46 surat yang dibuat Rukmini, Kardinah, Kartinah dan Soematrie.
Panggil Aku Kartini Saja, Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer. Buku Panggil Aku Kartini Saja terlihat merupakan hasil dari pengumpulan data dari berbagai sumber oleh Pramoedya.
Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya Akhir tahun 1987, Sulastin Sutrisno memberi gambaran baru tentang Kartini lewat buku Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya. Gambaran sebelumnya lebih banyak dibentuk dari kumpulan surat yang ditulis untuk Abendanon, diterbitkan dalam  “Door Duisternis Tot Licht”.
Aku Mau…Feminisme dan Nasionalisme, Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903: Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1899-1903 diterbitkan untuk memperingati 100 tahun wafatnya. Isinya memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu dikumpulkan Dr Joost Coté, diterjemahkan dengan judul “Aku Mau … Feminisme dan Nasionalisme”. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903. “Aku Mau …” adalah moto Kartini. Sepenggal ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan dijadikan bahan perbincangan. Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya, agama, bahkan korupsi.

Penghargaan

Kartini di Belanda dijunjung tinggi sebagai pejuang emansipasi di Hindia-Belanda dulu sampai sekarang. Pemda Den Haag di tahun 2007 ini spesial menyediakan tropi Kartini untuk perorangan/organisasi di Den Haag yang berjuang dalam bidang emansipasi ala Kartini dulu. Kartini-Tropi tahun 2007 ini diberikan kepada wanita Maroko bernama Rahma El Hamdaoui yang berjuang membela emansipasi di sebuah kampung bernama Schilderswijk di Den Haag.

Penutup

Perempuan Indonesia di abad modernisasi ini yang materialistis dalam memandang dagelan hidup, sungguh berbeda dengan perempuan Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. yang wafat pada usia 25 tahun. Perempuan yang dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Datang dari kelas menengah atas ini, Indonesia masih dipenuhi oleh buruh-buruh kecil tanpa pendidikan yang menulis di remang-remang lampu teplok di pemukiman kumuh. Di sanalah tersisa pergulatan Kartini pada abad ke-21 di era yang masih terpingit di tengah hiruk-pikuk persilangan global-lokal berjuang setengah mati dan penuh peluh dalam memperjuangkan emansipasi kaumnya..
Sebagian dari mereka punya kesempatan mengaktualisasikan diri melalui komunitas buruh atau komunitas sastra, sebagian besar tak punya akses untuk membuat suaranya terdengar. Bagaimana mereka menyikapi proses-proses peluasan atau penyempitan ruang gerak dalam otonomi daerah, dalam tatanan ekonomi global, dalam kekerasan berbasis budaya maupun ideologi? Siapa akan mendengar mereka? Masih banyak Kartini-Kartini yang bahkan belum bisa menemukan suara mereka. Berapa harga yang harus mereka bayar untuk bersuara dan siapa yang akan menanggungnya? Siapa yang lagi yang peduli dengan kaumnya, kalau tidak bukan kaumnya sendiri………

Rabu, 11 April 2012

Perawatan Ortodonti Dalam Islam


Islam merupakan sebuah ajaran yang sangat memuliakan ilmu kesehatan dan kedokteran sebagai sarana untuk merawat kehidupan dengan izin ALLAH. Ia bahkan memerintahkan kita sebagai fardhu ’ain untuk mempelajarinya secara komprehensif agar dapat mengenali diri secara fisik dan biologis sebagai media peningkatan iman dan memenuhi kebutuhan setiap individu dalam menyelamatkan, memperbaiki, dan menjaga hidupnya. Selain itu, Islam juga menetapkan fardhu kifayah dan menggalakan adanya ahli-ahli di bidang kedokteran dan memandang kedokteran sebagai sebuah ilmu yang sangat mulia. Salah seorang imam besar, Imam Syafi’i, berkata demikian, ”Aku tidak tahu suatu ilmu setelah masalah halal dan haram [fiqih] yang lebih mulia dari ilmu kedokteran.” Pun demikian adanya dengan suatu keahlian medis dalam hal merapikan gigi yang dikenal dengan istilah Orthodonti [Orthodontics] adalah nikmat ALLAH kepada umat manusia untuk mengembalikan kepada fitrah penciptaan yang paling indah yang patut disyukuri dengan menggunakannya pada tempatnya dan tidak disalahgunakan untuk memenuhi nafsu insani yang kurang bersyukur.

Sejarah Perawatan Orthodonti

Berbicara mengenai sejarah ilmu orthodonti maka akan sama tuanya dengan sejarah ilmu kedokteran gigi serta cabang-cabang ilmu kedokteran gigi yang lain seperti ilmu penambalan gigi dan ilmu pembuatan gigi tiruan. Hippocrates termasuk salah satu orang yang berpendapat mengenai kelainan pada tengkorak kepala dan wajah (kraniofasial) : “Di antara kelompok manusia terdapat orang dengan bentuk kepala yang panjang, sebagian memiliki leher yang lebar dengan tulang yang kuat. Yang lainnya memiliki langit-langit (palatum) yang dalam dengan susunan gigi yang tidak teratur, berjejal satu sama lain dan hal itu berhubungan dengan sakit kepala dan gangguan keseimbangan.” Sedangkan Celcus pada tahun 25 SM mengemukakan teori: “Gigi dapat digerakkan dengan memberikan tekanan dengan tangan.” Peralatan sederhana yang didesain untuk mengatur gigi geligi telah ditemukan oleh para arkeolog di makam-makam kuno bangsa Mesir, Yunani, dan Suku Maya di Meksiko.


Pengertian Orthodonti

Arti harafiah orthodonti sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu orthos yang berarti lurus dan dons yang berarti gigi. Istilah orthodonti sendiri digunakan pertama kali oleh Le Foulon pada tahun 1839. Ilmu orthodonti sebagai suatu ilmu pengetahuan seperti yang kita kenal dewasa ini barulah kira-kira 50 tahun yang lalu dan lambat laun berkembang terus sehingga seolah-olah menjadi bidang spesialisasi dalam kedokteran gigi. Pada zaman dahulu yaitu 60 hingga 70 tahun yang lalu ilmu orthodonti memang sudah dikenal seperti halnya dengan ilmu penambalan gigi dan pembuatan gigi tiruan, tetapi konsepnya berbeda dengan konsep ilmu orthodonti yang sekarang. Jika dulu yang dipentingkan hanyalah masalah mekanis saja, dalam arti penggunaan alat-alat untuk meratakan susunan gigi yang tidak rata, sekarang masalah biologis juga turut menjadi perhatian. Maksud dan tujuan dari perawatan orthodonti sendiri ada beberapa macam yaitu:

1. Menciptakan dan mempertahankan kondisi rongga mulut yang sehat

2. Memperbaiki cacat muka, susunan gigi geligi yang tidak rata, dan fungsi alat-alat pengunyah agar diperoleh bentuk wajah yang seimbang dan penelanan yang baik

3. Memperbaiki cacat waktu bicara, waktu bernafas, pendengaran, dan mengembalikan rasa percaya diri seseorang

4. Menghilangkan rasa sakit pada sendi rahang akibat gigitan yang tidak normal

5. Menghilangkan kebiasaan buruk, seperti; menghisap ibu jari, menggigit-gigit bibir, menonjolkan lidah, bernafas melalui mulut

Dari pemaparan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan perawatan orthodonti adalah untuk memperbaiki fungsi pengunyahan yang normal. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah dengan merapikan susunan gigi serta mengembalikan gigi geligi pada fungsinya yang optimal. Upaya merapikan susunan gigi geligi ini nantinya tidak akan terlepas dari pelibatan gigi geligi itu sendiri, jaringan lunak mulut, tulang wajah, dan jaringan lunak wajah. Dengan demikian didapatkannya suatu keharmonisan wajah adalah salah satu implikasi yang dapat diperoleh dari perawatan orthodonti.


Macam-Macam Perawatan Orthodonti

Secara umum menurut alat yang digunakan, perawatan orthodonti dibagi menjadi dua macam yaitu orthodonti lepasan [removable appliances] dan orthodonti cekat [fixed appliances]. Alat orthodonti lepasan umumnya digunakan pada kasus-kasus yang tidak terlalu sulit dan tidak membutuhkan pencabutan gigi. Karena keterbatasannya, biasanya alat orthodonti lepasan yang terbuat dari bahan akrilik ini, jarang digunakan oleh pasien-pasien dewasa.


Berbeda dengan alat orthodonti lepasan, alat orthodonti cekat memiliki indikasi perawatan yang lebih luas. Alat orthodonti cekat dapat digunakan untuk segala usia, bahkan usia lanjut sekalipun bila kondisi tulang penyangga giginya masih memungkinkan. Alat ini terdiri dari seutas kawat [terbuat dari campuran logam Nikel dan Titanium yang memiliki sifat tahan karat dan sangat lentur dengan ukuran yang berbeda-beda tergantung kebutuhan], bracket [penopang kawat yang ditempelkan pada gigi, dapat terbuat dari logam, keramik, dan plastik], dan cincin karet warna-warni. Karena alat orthodonti cekat ini ditempelkan pada gigi selama perawatan, maka pasien harus dapat menjaga kebersihan mulut sebaik mungkin agar tidak menimbulkan masalah gigi dan mulut yang lainnya.


Orthodonti Menurut Islam

Dengan melihat berbagai faktor penyebab dan kebutuhan penanganan secara orthodonti, maka hal tersebut diperbolehkan dalam Islam, baik sebagai pasien maupun dokter gigi yang menanganinya, bahkan hal ini sangat dianjurkan dan dapat bernilai ibadah. Sebab, Islam menganjurkan untuk berobat bila terjadi kelainan dan ketidaknormalan pada fisik dan psikis. Bukankah Islam sangat memperhatikan kesehatan seperti telah difirmankan ALLAH dalam Al-Qur’an?


Namun, belakangan ini tampaknya timbul suatu fenomena di mana penggunaan kawat gigi sebagai suatu tren tersendiri khususnya di kalangan kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena mereka sekedar ingin bergaya dan bahkan terkadang karena ingin menunjukkan status ekonomi, meskipun sebenarnya kebanyakan dari mereka tidak perlu menggunakannya karena kondisi gigi yang normal. Untuk hal ini, pemasangan alat orthodonti cekat pada pasien yang sebetulnya tidak butuh perawatan sebetulnya merupakan perbuatan yang sia-sia, tidak perlu, termasuk mubazir. Sebab, biasanya rata-rata waktu perawatan orthodonti cukup lama tergantung tingkat keparahannya dengan biaya yang tidak sedikit. Jika perawatan orthodonti digunakan dengan tujuan yang seperti disebutkan di atas tadi, maka hal ini termasuk kepada hal yang berlebih-lebihan [israf] yang dibenci oleh ALLAH [QS. Al-Mu’minun : 64-5, QS. Al-Isra’ : 26-7]. Jadi, semuanya kembali lagi pada niat dan tujuan dari perawatan orthodonti itu sendiri. Wallahu’alam bishshawab.

Kamis, 05 April 2012

Polemik dari sisa voting kenaikan BBM....

Hiruk pikuk rencana kenaikan BBM per 1 April 2012 akhirnya tertunda, pasca terpilihnya opsi penambahan ayat (6a) pada Pasal 7 ayat (6) UU No. 22/2011 tentang APBN 2012. Ayat baru (6 a) ini berbunyi: “dalam hal harga minyak mentah rata-rata Indonesia dalam kurun waktu berjalan yaitu 6 bulan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, maka pemerintah diberi kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya. Dengan patokan harga asumsi ICP (Indonesian Crude Oil Price) pada APBN Perubahan 2012. Setelah disahkan menjadi UU APBN-Perubahan 2012, ketentuan ini akan menjadi ayat 6.a dan mengecualikan Pasal 7 ayat (6) UU APBN 2012 yang prinsipnya MELARANG kenaikan harga jual eceran BBM Bersubsidi (tentu selama APBN 2012 berjalan).

Pasal pengecualian yang memberi wewenang bebas (discretionary power) pada pelaksana UU atau pemerintah–sebenarnya merupakan hal yang lazim dalam pembentukan UU. Ini karena dinamika lingkungan dan situasi obyektif cepat sekali berubah. Dalam dirinya sendiri–UU justru bersifat rigid demi kepastian hukum. Model pengecualian ini praktis telah dilakukan dalam UU APBN dan UU APBN-P tiga tahun sebelumnya. Meskipun opsi pengecualiannya tidak digunakan pemerintah karena syarat untuk menaikkan harga BBM tidak terpenuhi.

Tetapi opsi kenaikan harga BBM dalam APBN dan APBN-P tiga tahun sebelumnya, dan opsi kenaikan untuk APBN-P 2012 yang dilakukan melalui voting pada sabtu dini hari lalu sekaligus juga memperlihatkan wajah bopeng pemerintah yang tidak patuh pada hukum. Ini karena opsi kenaikan harga BBM berpatokan pada harga ICP sesuai mekanisme persaingan dan harga pasar. Ketentuan ini bersandar pada Pasal 28 ayat (1) UU No. 22/2001 tentang Migas. Sementara, pasal ini justru telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2004 lalu. Hingga saat ini putusan MK itu masih berlaku.

Maka tidak heran jika Guru Besar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra sudah berancang-ancang untuk melakukan judicial review jika UU APBN-P 2012 nanti disahkan oleh Presiden. Karena tidak konsisten dengan dengan putusan MK atas Pasal 28 ayat (2) yang bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Pasca putusan MK yang membatalkan Pasal 28 ayat (2) UU Migas pada tahun 2004 lalu, prinsipnya berkonsekuensi pada kewajiban (hukum) pemerintah untuk menetapkan patokan harga migas produksi nasional (ICP) tidak lagi berlandaskan pada mekanisme harga pasar, tetapi penetapan harga tetap (fixed price) yang berpihak pada rakyat dan mengacu pada semanagat: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat“.

Kewajiban (hukum) inilah yang sepertinya dilupakan pemerintah dan DPR sebagai lembaga legislatif. Sehingga meskipun Pasal 28 ayat (2) UU Migas telah dicabut MK, semangat dan ruh ‘liberalisasi‘ UU Migas praktis tetap hidup bergentayangan. Bahkan telah melahirkan UU APBN dan APBN-P selama paling tidak tiga tahun sebelumnya. Dan kini dikukuhkan kembali melalui voting sabtu malam kemarin. Voting atas kebenaran ‘hukum’ dan menjadi dagelan politik yang telah banyak memakan korban, materi dan kekerasan terhadap kelompok anti kenaikan BBM di jalanan.

Karena itulah dalam beberapa bulan ke depan sebelum masa anggaran 2012 berakhir dan syarat untuk opsi kenaikan BBM terpenuhi, tugas dan kewajiban DPR lah untuk segera mendorong pemerintah agar menentukan aturan baru yang dapat menjadi acuan pemerintah dalam menentukan harga BBM yang tidak lagi berdasarkan harga ICP sesuai mekanisme pasar, tetapi berlandaskan UU Migas yang ketentuan dan semangat liberalisasi Pasal 28 ayat (2) telah dicabut. Tidak lagi mendasarkan mekanisme pasar. Pasal 28 ayat (2) UU Migas yang sudah menjadi mayat. Tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk menyandarkan pada ketentuan yang sudah mati ini.

Jika tidak, maka voting dan rencana kenaikan BBM yang menguras energi dan telah memakan korban luka2 dan materi di sejumlah daerah masih tetap akan menyisakan problem hukum dan politik dalam beberapa bulan, bahkan mungkin juga beberapa tahun ke depan.

Rakyat berharap kepada siapa lagi agar semua warga patuh pada UU, jika pemerintah dan DPR sebagai pembentuka UU mengabaikan amanat konstitusi melalui representasi MK? Delapan tahun telah lewat pasca putusan MK, dan amanat itu belum terlaksana hingga kini. Lebih dari itu, tentu agar BBM yang dihasilkan dari perut bumi Indonesia yang kaya sumber daya alam tidak senantiasa menjadi komoditas politik partai melalui sidang2 tak perlu. Korban dan konflik horisontal tidak perlu berlanjut.
Islam Mosque