Senin, 08 Juli 2013

Bahtera Puasa



Ranting kecil ditengah lautan,gelap gulita malam,cuaca sungguh mengganas dengan badai angin dan hujan lebatnya.Kondisi itu telah bertahun-tahun lamanya. Tidak menemukan pinggiran daratan bahkan bayangan gunung sekalipun. Siang tetap memanas dan malam tetap mendingin.

Ranting memiliki harapan jika sekiranya dari dulu tidak menjadi ranting,tapi ini bukan pilihan. Rantinng kembali berandai ooh langkah baiknya jadi batu saja, minimal bisa jadi pelengkap hiasan di taman-taman bunga atau jadi rumput yang menunggu waktu saja untuk jadi daging-daging pada seekor sapi, kambing, kuda atau tak apalah pada cicak yang jatuh dari atap rumah dan secara tak sengaja harus menelan aku(rumput) karena kebetulan mulutnya tiba lebih awal dan kebetulan lagi secarik rumput harus rela dia telan...bagi ranting impian itu masih mungkin dalam kondisi seperti sekarang ini.
Tentu ranting tak memiliki impian setinggi itu. Ranting tak memiliki kesadaran yang cukup bahkan menyadari keberadaannya seklipun. Ranting tak memiliki jiwa sebagaimana binatang dan manusia. Binatang hanya memilki kesadaran "bertahan". Bertahan dari musuh dan memperjuangkan diri demi sebuah makan siang atau malam harinya. Lain halnya manusia yang memiliki cita-cita ideal bahkan punya kehendak untuk menentukan pilihan cita-citanya. Manusia rela menahan lapar karena sebuah kondisi.

Sebagaimana maklum, puasa tinggal menghitung satu jari,maksud saya jari cicak bukan jari manusia yang berjumlah lima batang. Bagi orang islam tentulah puasa bukan hanya sebatas menahan lapar dan haus...(anak kecil juga tau). Puasa sebagai sebuah momentum yang tepat bagi Tuhan untuk mentoleransi segala bentuk penyimpangan AD/ART keduniawian-keakhiratan yang dilakukan oleh anggota organisasi yakni manusia. Tentu Tuhan punya wewenang sebagai inisiator berdirinya organisasi. Sebenarnya peringatan-peringatan telah sampai kepada kita secara tertulis pada Al-Qur'an dan secara lisan pada utusanNya Baginda Rasulullah Muhammad SAW namun karena beberapa alasan(egoisme) itu semua kurang terindahkan.
penulis ingin menutupnya dengan sebuah kalimat tersusun:

Tuhan...jika aku ranting dilautan
tunjukanlah tepian pantai!!!
Tuhan jika aku binatang
apa yang mesti kulakukan?
Jika aku manusia
kuatkanlah diriku!
saat ini aku derita dalam candaku...
saat ini pengakuan hanya "aku"
pada bahtera puasa...
angkutlah diri ini bahkan jika ranting sekalipun.
Tuhan...sebagaimana Tulisan ini
aku kacau.....
aku pasrah....
aku berharap....

buat seluruh rekan2 "maafkan aku" dan met menjalankan Ibadah puasa.....
Islam Mosque