Kamis, 12 Agustus 2010

Kebimbangan yang mendasar

Secara sadar hal ini tak pernah kuinginkan, tenggelam dalam kusutnya rajutan argumentasi dan kerasnya dialektika yang belakangan aku pahami sebagai “gerakan”. Perjuangan merebut simpatik dengan sekelumit alasan dan motivasi. Aktivisme yang memunahkan diri, konon sebagai sikap altruisme, sebuah sikap yang bagi Ali Syariati kebutuhan ummat manusia juga sebuah sikap yang teramat langkah bagi pemimpin kita dan secara umum bagi masyarakat yang tergerus derasnya individualisme.

Beberapa tahun lalu disudut-sudut kota ini aku mengalami kebimbangan setelah menyadari betapa selama ini aku telah meyakini "penyimpangan konseptual" itu, tentang Agama, hal- hal yang metafisik, aktualisasi pada ruang sosial yang bagi politisi adalah ruang kompromi kepentingan dan banyak lagi persoalan. Sayangnya, aku tak setekun Pak Mulyadi Kartanegara yang mengabadikan helai demi helai situasi jiwanya tentang banyak hal atau sebaik Anna frank yang dikemudian hari buku diarynya menjadi referensi sejarah paling otentik tentang pembantaian etnis yahudi di German atau serevolusioner Ahmad Wahib yang mendobrak kejumudan klasik Indonesia.

Setidaknya, menurut saya ada beberapa persoalan yang mesti menjadi perhatian pokok manusia tak terkecuali yang menamakan dirinya kaum terdidik atau aktivis. Kebimbangan konseptual yang menyebabkan adanya penyimpangan baik dari sisi keyakinan maupun pada ruang interaksi bahkan perjuangan sosial. Semoga juga hal ini mampu meminimalisir aksi-aksi aktivisme yang sama sekali tidak mencerminkan diri sebagai kaum terdidik. Dengan pembacaan yang singkat dan sudah cukup lama terhadap buku karangan Saiyad Fareed Ahmad dan saiyad Salahuddin Ahmad dengan judul 5 Tantangan Abadi Terhadap Agama dan Jawaba Islam Terhadapnya, Sedikitnya ada lima hal yang menjadi perhatian utama setiap agama, menurut mereka :

1. Perhatian terhadap pertanyaan "Benarkah Tuhan Ada?"
Pembahasan ini bukan ladang filosofis atau teologis dan upaya penjabaran sistematik tentang teori-teori besar yang mewarnainya tetapi sekedar refleksi dari penulis betapa hal ini memang sesuatu yang tidak bisa diabaikan. Penulis juga memiliki ketidak sepakatan serius terhadap beberapa sikap kaum teolog kita yang bermaksud mengkrangkeng pembahasan ke-Tuhanan ini pada penjara "Iman" yang membunuh laju sejarah kemanusiaan. Pilihan keberTuhanan tentu memiliki masing-masing konsekuensi. Pertanyaan ini hal serius dan jawabannya pun harus serius, penulis penganggap tidak cukup dengan jawaban Normatif tapi haruslah sistematik. 

2. Masuk Akalkah ke-Imanan pada Tuhan?
Keimanan pada Tuhan telah membangun sejarah dunia minimal penolakan keberadaan-Nya adalah bukti nyata betapa hal ini tak bisa terabaikan. Pemikir-pemikir ateisme menaruh ketidak sepakatan atau kecurigaan pada Tuhan sebagai konsepsi (pikiran) dan Tuhan sebagai sejarah. Tuhan sebagai pemahaman membuka peluang ketidak sesuaian dengan kenyataan sesungguhnya (Tuhan) begitu halnya dengan sejarah sangat memungkinkan peran kuasa untuk menginterpretasi. Olehnya itu membuka kedok satu demi satu lembaran demi lembaran adalah tugas penting. Jika Tuhan semata perkara keimanan dan bukan perkara Rasionalitas,ada apa?

3. Jika Tuhan ada kenapa ada banyak keburukan di dunia ini?
Beberapa tahun lalu Indonesia tersentak dengan terbitnya sebuah buku karangan Muhiddin M. Dahlan dengan judul "Tuhan izinkan aku jadi pelacur!". Di buku itu bercerita tentang kekecawaan seorang mahasiswi salah satu kampus di jogjakarta tentang dunia yang dihadapinya, apakah itu keaktifannya di lembaga keislaman yang bagi dia penuh muslihat inkonsistensi atau pada beberapa pengajar yang seharusnya menjadi cermin moral namun kini menindih tubuhnya dan beberapa kekecewaan lainnya.Pertanyaan dan gugatan tak henti-henti dia layangkan pada Tuhan hingga sampai pada titik "kekecewaan" karena Tuhan tak kunjung menjadi pengobat. Nidah Kirani, tokoh dalam buku itu mengalami kegagapan pengetahuan menyikapi ketetapan-ketetapan Tuhan. Dalam pemikiran Islam duet Asyariah dan Mu'tazilah menjadi potret bahwa ini semua adalah interpretasi yang masih membuka ruang lebar akan adanya kritik konstruktif.

4. Kalau agama benar kenapa ada banyak agama?
"untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku" Demikian seruan Al-Qur'an yang manjadi patokan bagi ummat Islam sebagai landasan sikap terhadap agama-agama lainnya tapi bagaimana pula kita menyikapi "Sesungguhya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,Orang Nasrani dan orang-orang sabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah,hari kemudian dan beramal soleh,mereka akan menerima pahala pahal dari Tuhan mereka,tidak ada kekwatiran terhadap mereka dan tidak(pula) mereka bersedih hati.(Q.S:2.62). Jika kebenaran agama hanya satu maka kemana rahmat Tuhan dan jika kebenaran agama itu majemuk apa gunanya perbedaan agama ini?Dalam dialog pemikiran ini kita kenal ini sebagai Pluralisme.

5. Apa pentingnya agama bagi pembangunan Moral?
"spiritual yes dan religiusitas No" kita memasuki abad yang konon agama tak begitu penting bagi kemanusiaan. Sejarah agama-agama adalah pertarungan subyektifitas-subyektifitas. Agama tak lebih dari pengorbanan gratis bagi ummatnya, agama adalah kebencian,permusuhan dsb. segitu naifnyakah agama?.Jika tak beragama toh pada kenyataanya kita juga msih mampu menilai kebaikan dan memisahkannya dari keburukan, tanpa agama agama kita masih mampu bertindak moral. Apa pentingnya?

Catatan ini adalah Mukaddimah bagi tulisan-tulisan selanjutnya yang semestinya memang harus menjadi perhatian kita bersama kecuali jika kita telah mengaku diri sebagai orang tak beragama. Dunia aktivisme harus membuka ruang bagi hadirnya semangat transendental,semangat ke-Tuhanan dan kesadaran kenabian. Jika tidak maka kosa kata yang tepat untuk kita,menurut kakanda DR.Sabri beputar di pinggir eksistensi semesta.

Belum berakhir...








Tidak ada komentar:

Islam Mosque