Sabtu, 12 Januari 2013

...Tanda-tanda...

"Israwati Sarbia"
Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.(Q.S Al-Baqarah 164).

Prosesi penciptaan alam semesta dan segenap isinya, kehadiran para nabi dan rasul Allah, interaksi antar masyarakat bahkan jatuhnya daun dari batangnya adalah tanda- tanda bagi kebesaran Allah SWT. DIA memperkenalkan diri-Nya dengan tanda- tanda. Tanda bagi Allah adalah diri-Nya sendiri juga sebagai medium material bagi makhluk material seperti manusia. Kemanapun anda hadapkan wajah anda disitu wajah Tuhan.

Tuhan pemberi harapan akan keselamatan bagi kebaikan sekaligus pemberi peringatan bagi keburukan. Kebaikan dan keburukan pun adalah tanda-tanda. Tuhan bermain dengan tanda dan bagi manusia menangkap tanda berarti mengungkap seluruh diri Tuhan. Pada gerakan sholat atau syariat secara keseluruhan adalah tanda-tanda yang menyimpanunlimited makna.

Dahulu, orang-orang tua kita sangat mafhum mengenal, memainkan atau memberi tanda. Mereka pembaca tanda-tanda yang sederhana nan bijaksana. Mereka membaca tanda-tanda masa depan pada garis tangan, bentuk kepala, kaki, fenomena alam dan banyak lagi tanda- tanda yang bagi generasi belakangan tidak sempat lagi terpahami. Kita telah memiskinkan diri dari tanda-tanda. Kita menjadi masyarakat to the point. 

Tidak sebagaimana seorang peniliti yang membaca tanda lewat kemungkinan mereka membaca tanda pada dunia yang sarat mistis. Mereka tidak memisahkan antara yang profan dan yang sacral. Permainan tanda dimulai dari bangunnya di pagi hari hingga kembalinya ke peraduan malam. Mereka berpikir holistic. Tidak cakap menangkap tanda berarti lalai dalam kehidupan. Saya kira semua peradaban memainkan tanda.

Selama beberapa abad-abad lamanya dunia akademik mengalami kegagapan rasionalitas menemukan titik temu antar berbagai cabang ilmu pengetahuan. Seluruhnya mengalami pertentangan dan mengaku paling otentik untuk mengungkap hakekat realitas. Agama dengan otoritas wahyunya melakukan pertentangan keras terhadap lajunya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sendiri cenderung menolak seluruh kesimpulan-kesimpulan teologis yang dianggapnya sebagai mitos dan ilmu filsafat mengebiri diri dalam spekulasi rasinal tiada ujung. 

Dekade terakhir bergulirlah ide-ide penyatuan dan pengakuan otentisitas masing-masing. Hal ini karena ditemukannya tanda-tanda penyatuan. Dalam persfektif Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Mulyadi Kartanegara menemukan tanda-tanda penyatuan itu adalah tanda itu sendiri. Agama mengungkap fenomena pada tanda tertulis (Al-Qur’an) dan ilmu pengetahuan pada tanda yang tidak tertulis dalam hal ini alam semesta. Keduanya adalah tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. 

Apa yang salah dari kealpaan tanda- tanda? Penulis revolusioner Milan Kundera mengatakan bahwa ” Perjuangan manusia sesungguhnya adalah perjuangan memelihara daya ingat”. Ingatan pendek tidak akan mampu mengeluarkan seseorang pada penderitaan, ingatan yang pendek tidak akan menyelesaikan masalah, ingatan yang pendek menyebabkan kegagapan membaca dan membangun masa depan.

Realitas Indonesia adalah bukti sejati betapa kealpaan tanda-tanda karena ingatan yang pendek menjadi lingkaran syetan tak terklarifikasi awal dan akhirnya. Rentang waktu kemerdekaan hingga sekarang tak jua menjadikan kita dewasa. Bukti kedewasaan adalah tidak jatuh pada lubang yang sama. Pesta pora demokrasi lima tahunan,mulai dari pemilihan kepala desa sampai Presiden hanyalah aksi-aksi akrobatik yang mempertontonkan kelucuan yang sama dengan polesan kostum yang sedikit berbeda. Masyarakat mendapatkan suguhan dengan menu yang sama. Janji diakhiri kekecewaan dan untuk menutupi kekecewaan kembali memberi janji. Janji yang lalu telah kita lupakan dan menyongsong janji baru untuk kembali kita lupakan.

Alhasil akumulasi kegagalan pembangunan menjadi benang kusut. Fenomena alam, seperti banjir, gempa, tanah longsor, kebakaran hutan dan lainnya adalah tanda-tanda kehancuran. Penyakit social seperti kebodohan, kriminalitas, bunuh diri, krisis eksistensial dan lainnya juga adalah efek empiris yang paling dekonstruktif dari tanda-tanda. Kegilaan structural, untuk menggambarkan kegilaannya penulis memakai pengandaian saja. “ Seandainya ada sedikit kemungkinan masyarakat tanpa kepemimpinan maka Indonesia tak perlu ada kepala RT, tak penting kepala desa, keborosan mengadakan kepala daerah tingkat I dan II dan walikota dan kesia-siaan mengakui presiden”. Semua itu adalah tanda- tanda kebinasaan. Kebinasaan meperkenalkan dirinya lewat tanda- tanda. Sangat disayangkan kita memiliki penyakit yang sama telah “alpa membaca tanda-tanda”

Tidak ada komentar:

Islam Mosque